Ketika seorang wanita telah sah untuk bersanding dengan seorang 
laki-laki, maka statusnya berubah menjadi seorang istri. Dan kewajiban 
sebagai seorang istri ialah mentaati suaminya. Termasuk untuk tinggal 
dan mengikuti segala aturannya, segali itu masih berada dalam tuntunan 
syariat Islam. Bukan hanya berlaku baik terhadap suami, sang istri pun 
harus berperilaku baik pula pada keluarga suami, termasuk kedua orang 
tuanya, yang menjadi mertua bagi istri.
 
Terkadang ada istri yang tidak begitu menyukai mertuanya sendiri. Hal ini terjadi akibat beberapa faktor yang berbeda. Namun yang pasti, hal inilah yang menjadi penghambat hubungan silaturahmi untuk berjalan baik. Lalu, bagaimana hukumnya istri yang tidak mau mengunjungi rumah mertuanya? Dan apa hak mertua atas istri?
 
 
 
 
Terkadang ada istri yang tidak begitu menyukai mertuanya sendiri. Hal ini terjadi akibat beberapa faktor yang berbeda. Namun yang pasti, hal inilah yang menjadi penghambat hubungan silaturahmi untuk berjalan baik. Lalu, bagaimana hukumnya istri yang tidak mau mengunjungi rumah mertuanya? Dan apa hak mertua atas istri?
Seorang istri wajib menaati suami dalam perkara-perkara yang tidak 
mengandung maksiat kepada Allah. Syariat telah memberikan dorongan yang 
kuat kepada istri untuk menaati suami, serta memperingatkannya dari 
tidak mentaatinya dalam perkara-perkara yang ia bisa taat kepadanya.
Dalam Al-Musnad dan Shahih Ibnu Hibban disebutkan bahwa Nabi SAW 
bersabda, “Jika seorang wanita telah mengerjakan shalat lima waktu, 
berpuasa satu bulan, menjaga kehormatannya dan mentaati suaminya, maka 
akan dikatakan kepadanya, ‘Masuklah kamu ke dalam surga dari pintu-pintu
 surga mana saja yang kamu kehendaki’.”
Dalam Al-Musnad, Shahih Ibnu Hibban dan Al-Mustadrak disebutkan 
bahwa Nabi bersabda, “Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk
 bersujud kepada orang lain (selain Allah), sungguh aku akan 
memerintahkan seorang istri untuk bersujud kepada suaminya.”
Dalam kitab Ash-Shahih diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, 
“Maukah kalian aku kabarkan tentang dosa yang paling besar? Yaitu, 
menyekutukan Allah dan 
mendurhakai kedua orang tua.” Kemudian beliau 
duduk setelah
sebelumnya bersandar dan bersabda, “Ketahuilah, juga 
perkataan sia-sia.” Beliau terus menerus mengulanginya hingga kami 
bergumam, “Sekiranya
 
 
 
 
 
 
Di antara sempurnanya ketaatan istri kepada suami ialah hendaknya 
ia berbuat baik kepada kedua orang tua suami, berbakti kepada keduanya, 
tidak berlaku buruk pada keduanya, serta bersabar terhadap apa yang 
muncuk dari keduanya. Semua itu dilakukan demi meraih ridha suami agar 
dengan itu ia memperoleh pahala dari Allah.
Jika ibu Anda marah pada istri Anda lantaran suau sebab yang datang
 dari istri Anda, maka seyogyanya istri Anda meminta maaf darinya 
sebelum ia meninggal, agar ia meninggal dalam keadaan ridha terhadap 
istri Anda. Namun, jika ibu Anda telah meninggal sedangkan istri Anda 
belum mengerjakan hal itu maka istri Anda wajib banyak mendoakannya agar
 mendapat ampunan.
Demikian pula seorang anak wajib banyak mendoakan kedua orangtuanya
 ketika keduanya masih hidup maupun sesudah meninggal. Allah berfirman, 
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan 
dan ucapkanlah, ‘Wahai Rabbku, kasihilah mereka sebagaimana mereka 
berdua telah mendidikku waktu kecil’,” (QS. Al-Isra’: 24).
Adapun mengenai hal itu dianggap sebagai kedurhakaan seorang anak 
kepada ibunya atau tidak, maka jawabannya adalah jika istri menyakiti 
ibunya sementara ia tidak mencegahnya, melarangnya dan menghukum 
perbuatan istri tersebut maka hal itu termasuk bentuk kedurhakaan. 
Sehingga, ia harus banyak beristighfar dan memperbanyak amal shaleh.
Sesungguhnya Allah Mahamulia dan Mahamenerima taubat lagi Maha 
Penyayang, Jika Dia mengetahui dari hamba-Nya kejujuran taubatnya maka 
Dia akan menerima taubatnya.
Allah berfirman, “Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui 
batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari 
rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. 
Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’,” (QS. 
Az-Zumar: 53).
