TANYA: Bagaimana dengan orang yang 
telah  dengan sengaja meninggalkan shalat wajib, apakah ia harus 
mengqadhada  shalat yang telah ditinggalkannya itu?
JAWAB:
Allah
 menegaskan dalam al-Quran, bahwa  shalat merupakan ibadah yang dibatasi
 waktunya. Ada batas awal dan ada  batas akhir. Sebagaimana tidak sah 
melakukan shalat sebelum waktu, juga  tidak sah melakukan shalat, 
setelah keluar waktu.
Allah berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat merupakan kewajiban bagi orang beriman yang telah ditetapkan waktunya.” (QS. An-Nisa: 103).
Hanya
 saja, bagi mereka yang tidak  sengaja meninggalkan shalat, misalnya 
karena ketiduran atau lupa, diberi  toleransi untuk mengqadha’nya, 
dengan mengerjakannya ketika bangun atau  ketika ingat.
Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barang
 siapa yang kelupaan shalat atau  tertidur sehingga terlewat waktu 
shalat maka penebusnya adalah dia  segera shalat ketika ia ingat.” (HR. 
Ahmad 11972 dan Muslim 1600).
Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا ، لاَ كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ
“Siapa
 yang lupa shalat, maka dia harus  shalat ketika ingat. Tidak ada 
kaffarah untuk menebusnya selain itu.”  (HR. Bukhari 597 & Muslim 
1598)
Hadis ini menunjukkan, 
tidak ada  kesempatan untuk menebus kesalahan meninggalkan shalat, 
selain bagi  orang yang kelupaan dan ketiduran, dan itupun harus 
dilakukan ketika  bangun atau ketika dia ingat.
Ketika orang meninggalkan shalat dengan sengaja, kemudian dia mengerjakan shalat ketika taubat, hakekat yang terjadi:
Dia mengerjakan shalat di luar waktu. Dan mengerjakan shalat setelah waktunya habis, statusnya tidak sah.
Dia
 melakukan kaffarah (penebus dosa)  yang tidak ada panduannya dari 
dalil. Sementara penebusan kesalahan  meninggalkan shalat yang 
disebutkan dalam dalil, hanya berlaku untuk  mereka yang ketiduran atau 
kelupaan.
Lalu Bagaimana Cara Taubat Mereka yang Meninggalkan Shalat?
Pada prinsipnya, inti dari taubat ada 5:
- Ikhlas dengan memohon ampun kepada Allah [الاستغفار]
 - Meninggalkan dosa yang dilakukan [الاقلاع]
 - Menyesali perbuatannya [الندم], sehingga dia mengakui apa yang dia lakukan adalah kesalahan
 - Bertekad untuk tidak mengulangi [العزم]. Tekad ini yang akan menghalangi dia jangan sampai melanjutkan dosanya.
 - Melakukan perbaikan [الاصلاح]. Melakukan upaya yang bisa memperbaiki dirinya.
 
Allah berfirman,
إِلَّا
 الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا  وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا 
دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَئِكَ مَعَ  الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ 
اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
Kecuali
 orang-orang yang taubat dan  mengadakan perbaikan dan berpegang teguh 
pada (agama) Allah dan tulus  ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena 
Allah. Maka mereka itu adalah  bersama-sama orang yang beriman dan kelak
 Allah akan memberikan kepada  orang-orang yang beriman pahala yang 
besar. (QS. an-Nisa: 146).
Bagian
 yang menjadi fokus perhatian kita  adalah apa yang harus dilakukan 
dalam rangka upaya perbaikan yang harus  dilakukan oleh orang yang 
meninggalkan shalat?
Ada satu 
hadis yang bisa kita jadikan  titik terang. Hadis Nabi shallallahu 
‘alaihi wa sallam yang menjelaskan  proses hisab amal hamba,
إِنَّ
 أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ  بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ 
أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ يَقُولُ  رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ 
لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِى  صَلاَةِ عَبْدِى 
أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً  كُتِبَتْ لَهُ 
تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ  انْظُرُوا هَلْ 
لِعَبْدِى مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ  قَالَ أَتِمُّوا 
لِعَبْدِى فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ
“Amal
 manusia pertama yang akan dihisab  kelak di hari kiamat adalah shalat. 
Allah bertanya kepada para  Malaikatnya – meskipun Dia paling tahu – 
“Perhatikan shalat hamba-Ku,  apakah dia mengerjakannya dengan sempurna 
ataukah dia menguranginya?”  Jika shalatnya sempurna, dicatat sempurna, 
dan jika ada yang kurang,  Allah berfirman, 
“Perhatikan, apakah hamba-Ku
 memiliki shalat sunah?.”  jika dia punya  shalat sunah, Allah 
perintahkan, “Sempurnakan catatan  shalat wajib hamba-Ku dengan shalat 
sunahnya.” (HR. Nasai 465, Abu Daud  864, Turmudzi 415, dan dishahihkan 
Syuaib al-Arnauth).
Berdasarkan 
hadis ini, para ulama  menganjurkan, bagi siapa saja yang meninggalkan 
shalat wajib, agar  segera bertaubat dan perbanyak melakukan shalat 
sunah. Dengan harapan,  shalat sunah yang dia kerjakan bisa menjadi 
penebus kesalahannya.
Syaikhul Islam mengatakan,
وتارك الصلاة عمدا لا يشرع له قضاؤها ، ولا تصح منه ، بل يكثر من التطوع ، وهو قول طائفة من السلف
“Orang
 yang meninggalkan shalat dengan  sengaja, tidak disyariatkan 
meng-qadhanya. Dan jika dilakukan, shalat  qadhanya tidak sah. Namun 
yang dia lakukan adalah memperbanyak shalat  sunah. Ini merupakan 
pendapat sebagian ulama masa silam.”  (al-ikhtiyarot, hlm. 34).
Keterangan lain disampaikan Ibnu Hazm,
من
 تعمد ترك الصلاة حتى خرج وقتها فهذا لا  يقدر على قضائها أبداً، فليكثر من
 فعل الخير وصلاة التطوع؛ ليُثَقِّل  ميزانه يوم 
القيامة؛ وليَتُبْ 
وليستغفر الله عز وجل
“Siapa yang 
sengaja meninggalkan shalat  sampai keluar waktunya, maka selama dia 
tidak bisa mengqadha’-nya.  Hendaknya dia memperbanyak amal soleh dan 
shalat sunah, agar memperberat  timbangannya keelah di hari kiamat. Dia 
harus bertaubat dan banyak  istighfar.” (al-Muhalla, 2/279).
Karena itu, kewajiban orang yang pernah meninggalkan shalat wajib, dan sekarang telah bertaubat,
- Banyak memohon ampun kepada Allah
 - Memperbanyak shalat sunah
 - Mencari komunitas yang baik, yang bisa memotivasi dirinya untuk menjaga shalat
 - Dan jangan lupa untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat hidayah untuk taubat.
 
Allahu a’lam.
